Rabu, 10 Juli 2013

HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN

A. Depenisi Ilmu Pengetahuan
1. Pengertian Ilmu dan Pengetahuan
Istilah ilmu pengetahuan diambil dari bahsa Arab, yaitu ‘Alima, Ya’lamu, ‘Ilman yang berarti mengerti, mengetahui dan memahami dengan benar. Sedangkan dalam bahasa Inggris istilah ilmu berasal dari kata Science, yang berasal dari bahasa latin scienta dari bentuk kata scire, yang berarti mempelajari dan mengetahui.
Menurut The Liang Gie Ilmu Sebagai Pengetahuan, aktivitas atau metode merupakan suatu kesatuan yang saling berkaitan. Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang di laksanakan dengan metode tertentu, yang akhirnya aktivitas metodis itu menghasilkan pengetahuan ilmiah.
Menurut Sumarna, ilmu dihasilkan dari pengetahuan ilmiah yang berangkat dari perpaduan proses berfikir deduktif (rasional) dan berfikir induktif (empiris), jadi proses berfikir inilah yang membedakan antara ilmu dan pengetahuan.
Jujun S. Surisumantri menyatakan bahwa pada hakikatnya ilmu mempelajari alam sebagaimana asalnya dan terbatas pada ruang lingkup pengalaman kita, sedangkan pengetahuan dikumpulkan oleh ilmu dengan tujuan untuk menjawab permasalahan kehidupan yang sehari-hari dihadapi manusia dan untuk digunakan dalam menawarkan berbagai kemudahan kepadanya.
Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan cammon sense, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, namun dilanjutkan secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode.
Jadi bisa dikatakan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang menjelaskan tentang adanya sesuatu hal yang diperoleh secara bisa atau sehari-hari melalui pengalaman-pengalaman, kesadaran, informasi dan sebagainya. Sedangkan ilmu (science) di dalamnya terkandung adanya pengetahuan yang pasti, lebih praktis, sitematis, metodis, ilmiah, dan mencakup kebenaran umum (general truth) mengenai objek studi yang bersifat fisis (natural).
Sejalan dengan itu dapat dipahami bahwa ilmu dan pengetahuan memiliki keterkaitan satu sama lain, yang mana ilmu membentuk daya intelegensia yang melahirkan adanya skill atau keterampilan, dan pengetahuan membentuk daya moralitas keilmuan yang melahirkan tingkah laku kehidupan manusia.
Maka, ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan mengenai sesuatu hal tertentu (obyek/lapangan) yang merupakan suatu kesatuan yang sistematis dan memberikan penjelasan yang sistematis yang dapat dipertanggung jawabkan dengan menunjukkan sebab-sebab kejadian itu.

2. Klasifikasi Ilmu Pengetahuan
Sehubungan dengan adanya berbagai sumber, sifat-sifat, karakter dan susunan ilmu pengetahuan, maka pandangan tentang ilmu pengetahuan itu orang mengutarakan pembagian ilmu pengetahuan (classification). Hal ini tergantung dari cara dan tempat para ahli itu meninjaunya, pada zaman purba dan abad pertengahan pembagian ilmu pengetahuan berdasarkan “artis liberalis” atau kesenian merdeka yang terdiri dari dua bagian , yaitu:
a. Trivium atau tiga bagian ialah :
1) Gramatika, bertujuan agar manusia dapat berbicara yang baik
2) Dialektika, bertujuan agar menusia dapat berfikir dengan baik, formal dan logis.
3) Retorika, bertujuan agar manusia dapat berbicara dengan baik.
b. Quadrivium, atau empat bagian adalah :
1) Arimatika, ilmu hitung
2) Geometerika, ilmu ukur
3) Musika, ilmu musik
4) Astronomia, ilmu perbintangan
Pengetahuan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa sudut pandang.
a. Berdasarkan cara memperolehnya :
1) Pengetahuan dengan kehadiran (knowledge by present / al-ilm al-hudlury) yaitu pengetahuan yang hakikat objek yang diketahui tersebar dan tersaksikan secara langsung pada diri subjek yang mengetahui atau pelaku persepsi
2) Pengetahuan diusahakan (acquired knowledge / al-ilm al-husuli) yaitu pengetahuan yang eksistensi objek tidak secara langsung tersaksikan oleh subjek, tetapi subjek menangkapnya melalui perantara yang mencerminkan objek berupa konsep mental.
b. Berdasarkan sumbernya
1) Pengetahuan inderawi, yaitu pengetahuan diperoleh dari serapan indera baik lahir maupun batin
2) Pengetahuan rasional yaitu pengetahuan yang diperoleh dari penalaran rasional seperti ungkapan ½ lebih kecil dari keseluruhan.
3) Pengetauan intuitif atau visi spiritual yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui intuitif atau kasyaf.
4) Pengetahuan yang diperoleh melalui wahyu, diriwayatkan atau dinukilkan.
c. Berdasarkan kepentingannya
1) Pengetahuan Dimonatif
Yaitu pengetahuan yang digunakan untuk melakukan dominasi kekuasaan.
2) Pengetahuan Deskriptif
Yaitu pengetahuan yang digunakan untuk mendeskripsiakn fenomena.
3) Pengetahuan Emansipatoris
Yaitu pengetahuan yang digunakan sebagai sarana pemberdayaan masyarakat tertindas.

3. Persyaratan menjadi sebuah ilmu pengetahuan
Ada tiga hal pokok yang menjadi persyaratan ilmu pengetahuan, yaitu :
a. Pengakuan atas adanya kenyataan bahwa setiap manusia terlepas dari kasta, kepercayaan, jenis kelamin atau usia, mempunyai hak yang tidak dapat diganggu gugat atau dipersoalkan lagi untuk mencari ilmu.
b. Metode ilmiah itu tidak hanya pengamatan atau eksperimentasi, tetapi juga teori dan sistematisasi. Ilmu pengetahuan mengamati faktor-faktor, mengklasifikasikannya, menunjukkan hubungan-hubungannya dan menggunakannya sebagai dasar untuk menyusun teori.
c. Semua orang harus mengakui bahwa ilmu pengetahuan berguna dan berarti untuk individu maupun sosial.

4. Ukuran ilmu pengetahuan
Ilmu penegetahuan diukur dari logia atau tidaknya pengetahuan itu, kelogisan itulah yang membuat suatu ilmu pengetahuan menjadi sebuah kebenaran, karena berbicara masalah ukuran ilmu pengetahuan berarti berbicara masalah kebenaran. Kebenaran suatu ilmu pengetahuan itu ditentukan logis atau tidaknya teori ilmu pengetauan itu dikemukakan.
Manusia berpengetahuan tidak lain dalam rangka mengejar kebenaran. Hanya dengan seperti inilah pengetahuan akan diterima kebenarannya. Mengingat objek pengetahuan itu beraneka ragam, maka tolak ukur kebenaran yang menjadi syarat diterimanya pengetahuan pun berlainan terahadap objek pengetahuan yang bersifat :
a. Empiris, ukuran kebenarannya adalah bukti kenyataan (factual)
b. Ideal, sandaran kebenarannya dalah hukum pikir (rasional)
c. Transenden, landasan kebenarannya adalah rasa percaya (superrasional)
Menurut Mudlor Ahmad, bobot dari kebenaran itu berjenjang dalam tiga tingkatan, yaitu :
a. Kebenaran mutlak atau absolute yaitu kebenaran yang sebenar-benarnya, kebenaran sejati, kebenaran sempurna, atau kebenaran hakiki.
b. Kebenaran nisbi atau relative, yaitu kebenarna setingkat dibawah mutlak, kebenaran yang tidak utuh.
c. Kebenaran dasar yaitu kebenaran yang paling bawah, yaitu kebenaran yang tidak bisa dipersalahkan tetapi masih membutuhkan penegasan lebih lanjut diantaranya pengetahuan bukan khilaf, adanya ubungan antara subjek dan objek, manusia dapat mengetaui.
Dalam hubungannya dengan kadar atau ukuran ilmu pengetahuan, teori kebenaran telah popular dibahas dalam berbagai buku filsafat, yang menyatakana bahwa ada beberapa teori kebenaran diantaranya :
a. Teori kebenaran korespondensi
Suatu idea atau proposisi itu benar apabila secara akurat dan cukup menyerupai atau merepresentasikan realitas.
b. Teori kebenaran koherensi
Suatu proposisi atau pernyataan benar jika proposisi tersebut berada dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi lain yang benar.
c. Teori kebenaran pragmatis
Teori ini mengukur kebenaran melalui konsekuensi praktis dari sebuah pernyataan.
d. Teori kebenaran agama
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran berasal dari Tuhan, kebenaran ini mutlak dan berada diatas kemampuan dan kemauan manusia.

B. Objek dan Sumber Ilmu Pengetahuan
1) Objek Ilmu Pengetahuan
Salah satu ciri dari ilmu pengetahuan itu adalah memiliki penyelidikan, obyek dari penyelidikan dari ilmu terdiri dari dua objek, yaitu objek materil dan objek formal. Objek material adalah suatu hal yang menjadi sasaran penyelidikan atau pemikiran sesuatu yang dipelajari, baik berupa benda kongkret maupun benda yang abstrak. Sedangkan objek formal merupakan sudut pandang atau cara memandang terhadap objek materil, termasuk prinsip yang dugunakan.
Pada hakikatnya objek pengetahuan manusia dapat dikatakan sebagai segala sesuatu yang ada atau wujud, sehingga objek pengetahuan manusia bisa disebut sebagai maujudat, entitas-entitas yang wujud.
Menurut Langeveld dalam bukunya Menuju ke Pemikiran Filsafat, ia menjelaskan bahwa objek pengetahuan dapat dibedakan menjadi tiga :
a. Objek empiris (objek rasa), yaitu objek pengetahuan yang pada dasarnya ada dan dapat ditangkap oleh indra lahir dan indra bathin.
b. Objek ideal (objek bukan rasa), yaitu objek yang pada dasarnya tiada dan menjadi ada berkat kegiatan akal.
c. Objek transenden (objek luar rasa), yaitu objek yanag pada dasarnya ada, tetapi berada diluar jangkauan pikiran dan perasaan manusia.

2) Sumber Ilmu Pengetahuan
a. Menurut Muhammad In’am Esha, ada beberapa ragam pemikiran para ahli tentang sumber pengetahuan yang dimungkinkan bagi manusia yaitu :
1) Sumber pengetahuan berasala dari pengalaman yang bersandar dari pesepsi indera (idrak al-hawas)
2) Sumber pengetahuan berasal dari pemikiran yang bersandar dari rasio/akal.
3) Sumber pengetahuan intuitif yang bersandar pada hati (qalb).
4) Sumber pengetahuan yang bersandar pada khabar sadiq, yaitu pengetahuan yang bersumber pada otoritas atau kesaksian sumber yang terpercaya dan juga wahyu.
b. Menurut Jujun S. Suriasumantri dalam Filsafat Ilmu;Sebuah Pengantar Popular, menjelaskan bahwa sumber pengetahuan ada empat :
1) Penalaran
2) Pengalaman
3) Intuisi
4) Dan wahyu
c. Menurut Harold Titus dkk dalam Persoalan-Persoalan Filsafat menjelaskan bahwa sumber pengetahuan yang mungkin bagi manusia ada empat :
1) Kesaksian sumber kedua : bersandar pada otoritas
2) Indra sebagai sumber : Bersandar kepada persepsi indra
3) Pemikiran sebagai sumber : bersandar pada akal
4) Dalam diri sendiri sebagai sumber : bersandar kepada intuisi.
d. Amtsal Bakhtiar dalam bukunya Filsafat Ilmu, mengemukakan bahwa ilmu pengetahuan itu dimungkinkan berasal dari empat sumber yaitu :
1) Empirisme (pengalaman)
2) Rasionalisme (akal)
3) Intuisi
4) Wahyu
Dari paparan beberapa tokoh yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa sumber pengetahuan berasal dari pengalaman (experience), keyakinan dalam hati, penalaran, logika, dan kebenaran mutlak (wahyu).

C. Ilmu Pengetahuan dalam Persfektif Moderen dan Islam (al-Qur’an dan Hadis)
Proses helenisme (pertemuan anatara budaya Yunani-Roma dengan Islam), menurut Watt terjadi dalam dua gelombang. Pertama pertemuan dalam bentuk pemikiran yang terjadi lewat proses penerjemahan selama 2 abad (750-950 M). Kedua pertemuan dalam bentuk kontak senjata dalam perang Salib yang disusul serbuan tentara Hulagu ke Baghdad terjadi antara 1095-1258 M.  Dalam proses inilah terjadi pola fikir antara Ilmuan Barat dan Ilmuan Islam.
Islam memandang Ilmu pengetahuan sebagai cara yang utama bagi penyalamatan jiwa dan pencapaian kebahagiaan serta kesejahteraan dalam kehidupan kini dan nanti yang bersumber pada prinsip Tuhid atau keesaan Tuhan sebagai sebuah pernyataan pengetahuan tentang realitas.  Sedangkan sains moderen memandang ilmu pengetahuan sebagai pola fikir yang berpijak pada makna dan logika, artinya akal lebih merupakan pemikiran yang berkaitan dengan upaya mencari sebab dari sesuatu.  Di bawah ini penulis akan membahas sekelumit tentang ilmu pengetahuan dari sudut pandang moderen dan dari sudut pandang Islam (al-Qur’an dan Hadis).

1. Ilmu Pengetahuan dalam Persfektif Moderen
Yang dimaksud dengan sains (ilmu pengetahuan) moderen disini adalah model pengkajian alam semesta yang dikembangkan oleh para filosof dan ilmuan barat sejak abad ketujuh belas, termasuk seluruh aplikasi praktisnya di wilayah teknologi. Dalam hal ilmu pengetahuan moderen kita fahami bahwa ilmuan barat lah yang memegang peranannya.
Berbicara masalah moderen dan barat, ilmu pengetahuan ditemukan dalam bentuk “kebebasan” dalam kemanusiaannya, maka dengan kebebasan itu mereka mengarahkan ke kehidupan yang sekuler, yaitu suatu kehidupan pembebasan dari kedudukan manusia yang merupakan koloni dan sub koloni agama dan gereja. Akibatnya tidak mengherankan jika filsafat dan agama di Barat masing-masing berdiri sendiri, proses diferensiasi ini kemudian dilanjutkan dengan ditinggalkannya filsafat oleh ilmu-ilmu pengetahuan dan cabangnya yang metodologinya masing-masing mengembangkan spesialisasinya sendiri secara intens.
Dalam sains modern memandang ilmu pengetahuan alam sebagai contoh sederhana, yang mana Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri sendiri sejak abad ke 17. Kemudian pada tahun 1853, Auguste Comte mengadakan penggolongan ilmu pengetahuan. Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Auguste Comte,  sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Dengan mempelajari gejala-gejala yang paling sederhana dan paling umum secara lebih tenang dan rasional, maka akan memperoleh landasan baru bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang saling berkaitan untuk dapat berkembang secara lebih cepat. Dalam penggolongan ilmu pengetahuan tersebut, dimulai dari Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia, Biologi dan Sosilogi.
Penggolongan tersebut didasarkan pada urutan tata jenjang, asas ketergantungan dan ukuran kesederhanaan. Dalam urutan itu, setiap ilmu yang terdahulu adalah lebih tua sejarahnya, secara logis lebih sederhana dan lebih luas penerapannya daripada setiap ilmu yang dibelakangnya.
Disini jelas lah bahwa sains modern yang dikembangkan oleh Barat hanya berpijak kepada akal saja, dan berkembang dalam bentuk faham-faham yang mereka kembangkan sendiri, hal ini terlihat ketika mereka mengklasifikasikan ilmu pengetahuan dari disiplin ilmu yang tertua.
Keberhasilan sains Barat dalam memajukan ilmu pengetahuan, ternyata tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh manusia secara keseluruhan. Apa yang telah dilakukan saintis Barat, sesungguhnya bukan sekedar membangun kemajuan teknologi yang dibanggakan. Lebih dari pada itu, para saintis Barat telah mengantarkan kehidupan manusia pada gerbang kehancuran, karena dari pencapaian tersebut kehidupan manusia semakin mengalami malapetaka yang tidak terbantahkan.
Pada tataran yang lebih luas, sebagian saintis sudah ada yang mulai terbongkar epistemologinya. Sebagai sebuah contoh dapat kita lihat dari tokoh semisal Richard Tarnas dan Thomas S. Khun. Richard Tarnas menyatakan bahwa sains Barat saat ini sedang memasuki “krisis global” sebuah krisis yang multidimensional yang mengakibatkan kehidupan manusia semakin terpuruk. Sains memang telah berhasil membantu manusia dalam mensejahterakan hidup, akan tetapi akibat yang ditimbulkan jauh lebih parah dibandingkan dengan kemajuannya. Hal ini disebabkan paradigma yang dibangun dalam sains Barat tidak berbasiskan pada nilai dan etika.
Terlihat jelas integrasi peranan etika dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Etika hanya bias dijelaskan dengan ilmu pengetahuan agama.

2. Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Islam (al-Qur’an dan Hadis)
Secara konseptual sebetulnya bagi orang Islam, ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan hal yang baru, melainkan merupakan bagian yang paling dasar dari kemajuan dan pandangan dunianya (world-view). Konseptualisasi ilmu yang dilakukan oleh pemikir muslim pada masa awalnya kelihatan pada upaya mendefinisikan ilmu yang tiada habis-habisnya dengan kepercayaan bahwa ilmu tidak lebih dari perwujudan “memahami tanda-tanda kekuasaan Tuhan”.
Didalam Islam terkandung dimensi ajaran yang tidak lepas dari hubungan antara Allah SWT sebagai zat pencipta (al-Khaliq) dan manusia atau alam semesta sebagai yang dicipta (al-makhluq), hal ini terbukti ketika para ilmuan muslim dulu mengklasifikasikan ilmu dalam berbagai macam jenis, Ibnu Khaldun misalnya mengklasifikasikan ilmu dalam dua jenis ilmu pokok, yaitu naqliyah dan ‘aqliyah. Ilmu naqliyah adalah ilmu yang berdasarkan wahyu, dan ilmu naqliyah adalah ilmu yang berdasarkan kepada rasio.  Dan Al-ghazali dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengklasifikasi ilmu menjadi dua kelompok yaitu ilmu yang wajib dicari dan menjadi tanggung jawab setiap individu (fardhu ‘ain), dan ilmu yang wajib dicari dan menjadi tanggung jawab sekelompok umat Islam (fardhu kifayah).
Di sisi lain, ada Ibnu Rusyd sebagai ilmuan muslim yang menganut paham Aristotalian, berpendapat bahwa kosmologi dan ilmu pengetahuan yang sejati dan valid bukan gagasan yang ada dalam ide, juga bukan realitas yang tampak oleh indera tetapi kesesuaian antara konsep yang ada dalam ide dengan apa yang ada dalam realitas empiris yang semuanya lahir dari sebab penggerak yang bermuara pada gerak hasrat Tuhan.
Dari pandangan ilmuan muslim, dapat kita cerdasi bahwa Islam memandang bahwa ilmu pengetahuan mempunyai unsur yang saling berkaitan erat dengan agama, yang diibaratkan dengan dua sisi mata uang yang berbeda tetapi tidak bisa dipisahkan, yang mana penggunaan ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari keimanan kepada Allah SWT, dalam arti kata kesadaraan akan keesaan Tuhan merupakan kesadaran beragama yang peling fundamental, sehingga apapun aktifitas (keagamaan maupun budaya) senantiasa dinafasi oleh prinsip dan semangat monotheisme (tauhid) tersebut.
Menurut konsep Islam sains dan teknologi harus berorientasi pada nilai-nilai berikut :
a. Sumber ilmu adalah Allah, manusia hanya diberikan sedikit saja dari ilmuNya. Quran surat al-kahfi:109. Quran surat al-Isra’: 85
b. Ilmu pengetahuan dipergunakan sebagai sarana (tools) untuk menyempurnkan ibadah kepada Allah, karena tujuan Allah menciptakan jindan manusia adalah untuk beribadah kepadanya. QS. Adzariyat : 56
c. Alam semesta beserta isinya hak milik mutlak Allah Swt. QS. Thaha: 6
d. Alam semesta beserta isinya merupakan nikmat Allah Swt. Yang dianugerahkan kepada umat manusia. QS.Luqman:20
e. Alam yang dikaruniakan Allah Swt. harus dinikmati dan dimanfaatkan dengan tidak melampaui batas-batas ketentuan-Nya. QS. Al-A’raf : 31.
f. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan tidak boleh menimbulkan kerusakan (mafsadah) apalagi mengancam kehidupan manusia. QS.Al-Ankabut: 36.
g. Ilmu pengetahuan dan teknologi dipergunakan untuk mendapatkan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. QS. Al-Baqarah: 201.
Mensinergikan antara sains dan agama merupakan sesuatu yang sangat penting, bahkan keharusan karena mengabaikan nilai-nilai agama dalam perkembangan sains dan teknologi akan melahirkan dampak negatif yang luar biasa, tidak hanya pada orde sosial-kemanusiaan tetapi juga pada orde kosmos atau alam semesta.
Sebagai contoh sederhana dampak negatif dari perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang tidak beroreantasi pada prinsip agama adalah ketika bidang kedokteran menemukan teknologi cloning dan berbagai rekayasa genetika yang hendak diterapkan pada manusia. Dan kita tidak bias menebak rekayasa apalagi yang akan diterapkan kepada manusia sehingga manusia sendiri dijadikan “kelinci” percobaan. Disinilah diperlukan integritas antara ilmu pengetahuan dan agama. Semua yang dilakukan manusia tidak luput dari aturan-aturan (syari’at) yang berguna bagi manusia apapun itu dan seberapa majunya pengetahuan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Komentar Anda Disini

POSTINGAN TERBARU

FILSAFAT SAINS ISLAM (Studi Pemikiran Naquib AL-Attas)

FILSAFAT SAINS ISLAM Studi Pemikiran Naquib AL-Attas   Abstrak : Dewasa ini sains dikuasai oleh orang-orang barat. Hal ini tidak bisa d...