Kamis, 28 Mei 2020

FILSAFAT SAINS ISLAM (Studi Pemikiran Naquib AL-Attas)

FILSAFAT SAINS ISLAM

Studi Pemikiran Naquib AL-Attas

 Abstrak : Dewasa ini sains dikuasai oleh orang-orang barat. Hal ini tidak bisa dipungkiri lagi dan ini adalah kenyataan yang harus diterima oleh orang-orang muslim. Kaum rasionalisme dan empirisme memberikan sumbangan besar terhadap sains barat. Keterpurukan dan keterbelakangan umat muslim dalam hal sains pada zaman ini menjadikan pemikir-pemikir muslim memberikan ide-ide untuk membangkitkan kejayaan umat islam yang dulu pernah berjaya dalam hal ilmu pengetahuan. Dalam hal ini salah satu tokoh muslim yang menyumbangkan pemikirannya adalah Sayed M. Naquib Al-Attas. Beliau memberikan pandangan mengenai sains moderen dan sains islam. Sayed M. Naquib Al-Attas mencoba membangkitkan sains yang telah lama terkubur di dalam peradaban umat islam dengan melakukan islamisasi sains.

 

Kata Kunci: Sains, Sains Islam, Rasionalisme dan Empirisme, Sayed M. Naquib Al-Attas.

  A. Latar Belakang

Berbicara masalah sains islam tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Pemikiran filsafat sain islam membutuhkan kerja keras dan bukti yang bisa dipertanggung jawabkan. Ketika berbicara mengenai sains, tidak hanya melihat sains itu dari sisi keilmiahan saja tapi melihat juga dari sisi islam. Jadi untuk melihat sains haruslah ada integrasi dengan islam.

Seperti yang diketahui bahwa sains memiliki eksistensi pembuktian dengan penelitian ilmiah (scientific research) yang kemudian digunakan oleh manusia untuk menguasai alam. Pernyataan ini selaras dengan apa yang dikatakan oleh Descrates yaitu “Maitres et Possesseur de la Nature (Dengan sains ilmiah manusia dapat menjadi penguasa dan pemilik alam)”.[1] Memang hal ini terbukti sukses sebagaimana yang kita lihat dinegara-negara barat. Akan tetapi penulis melihat bahwa ketika sains itu hanya melalui metode ilmiah dan hanya mengandalkan akal manusia, dan pengalaman inderawi maka sains itu kehilangan nilai religiusnya.

Sebagai umat islam ketika berbicara masalah sains, apakah kita pernah berfikir bahwa pada zaman sekarang umat islam mengalami keterpurukan dalam ilmu pengetahuan? Pernahkah kita berfikir penyebab keterpurukan umat islam dalam bidang sains? Padahal kalau kita melihat sejarah, umat islam pernah memiliki peradaban yang islami, dimana sains berkembang sesuai dengan nilai dan kebutuhan pada saat itu.

Dikatakan bahwa ide islamisasi sains merupakan salah satu upaya yang dilakukan umat islam untuk bangkit kembali dari keterbelakangan, keterpurukan ketertindasan di bidang sains.[2] Jika umat islam pada zaman dahulu mampu memberikan pijakan etis bagi perkembangan sains yang selaras dengan sifat dasar manusia, maka sekarang diharapkan dengan islamisasi sains dapat membawa umat islam untuk kembali memegang kendali sains yang telah lepas dari kontrol etika dan agama.[3]

Untuk mewujudkan sains islam, tidak lepas dari pemikiran-pemikiran para tokoh atau bisa juga kita sebut cendikiawan muslim yang memiliki perhatian besar terhadap sains yang islami, yang kemudian mereka berusaha memadukan islam dengan sains. Diantara tokoh-tokoh tersebut adalah Sayyed Hossein Nasr, Maurice Bucaille, Ismail Raji’ Al-Faruqi, Sayed M. Naquib Al-Attas, Ziauddin Sardar dan masih ada tokoh-tokoh yang lain lagi.[4]

M. Nuqaib Al-Attas merupakan salah satu tokoh yang menyumbangkan pemikirannya tentang sains islam. Pemikiran Sayed M. Naquib Al-Attas perlu dikaji untuk menemukan titik terang dan pemaaman terhadap pandangannya mengenai sain islam. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dipaparkan bagaimana pandangan Sayed M. Naquib Al-Attas tentang sains islam.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana Pandangan Sayed M. Naquib Al-Attas Terhadap Filsafat Sains Modern

2.      Bagaimana Filsafat Sains Islam Menurut Sayed M. Naquib Al-Attas

3.      Bagaimana Biografi Sayed M. Naquib Al-Attas

 

C.    Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui Pandangan Sayed M. Naquib Al-Attas Terhadap sains modern.

2.      Untuk Mengetahui Sains Islam Menurut Sayed M. Naquib Al-Attas

3.      Untuk mengetahui sekilas perjalanan hidup Sayed M. Naquib Al-Attas

 PEMBAHASAN

A.    Filsafat Sains Modern dalam pandangan Sayed M. Naquib Al-Attas

Ketika berbicara masalh filsafat sain moderen maka kita akan dihadapkan paling tidak dua faham yaitu rasionalisme dan empirisme. Sains modern pada saat ini memegang kendali terhadap ilmu pengetahuan. Mereka mencoba untuk mengungkapkan pengetahuan melalui rasio dan pengalaman yang mereka miliki. Bahkan sains modern telah menjadi penafsir sains dan penyusuna dari hasil sains alam dan sosial kedalam pandangan dunia.[5]

Naquib Al-Attas memberikan arahan kepada kaum muslimin ketika melihat sains modern hendaknya mengkeritisi beberapa hal yaitu:

·         Metode sains moderen dalam memperoleh ilmu.

·         Aspek-aspek rasionla dan empiris.

·         Penafsiran terhadap sumber ilmu.

·         Teori ilmu yang diajukan, dan kain-lain.

Inti dari asumsi para sains dan filsafat modern adalah sains merupakan ilmu yang otentik. Ilmu sendiri merupakan kombinasi realisme, idealisme dan paragmatisme. Sains kontemporer tumbuh dan berkembang dari sebuah filsafat yang sejak awal telah mengukuhkan pandangan mereka bahwa sesuatu itu muncul dari sesuatu yang lain. Segala yang ada adalah kemajuan, perkembangan, atau evolusi dari potensi laten didalam materi yang sudah kekal. Alam yang kita lihat dan pijak saat ini dilihat dari perspektif ini merupakan alam semesta yang tak tergantung pada apapun, dan alam ini kekal, suatu sistem yang berdiri sendiri.

Dari argumen di atas, sudah tersirat bahwa ada penolakan terhadap keberadaan tuhan yang maha pencipta. Sains kontemporer dalam memperoleh pengetahuan menggunakan metode sebagai berikut:[6]

·         Rasionalisme filosofis, yaitu cendrung hanya bersandar pada nalar tanpa bantuan pengalaman persepsi inderawi.

·         Rasionalisme sekular, yaitu menerima nalar, tapi cendrung lebih bersandar pada pengalaman inderawi, menyangkal otoritas dan intuisi, serta menolak agama dan wahyu sebagai sumber ilmu yang benar

·         Empirisme filosofi dan empirisme logis, yaitu menyandarkan seluruh ilmu pada fakta-fakta yang dapat diamati, bangunan logika, dan analisis bahasa.

Dari metode yang digunakan oleh sains modern dalam memperoleh ilmu dapat di simpulkan menjadi dua yaitu pemerolehan ilmu melalui rasio dan pengalaman atau lebih dikenal dengan faham rasionalisme dan empirisme.

Lantas bagaimana dengan metode epistemologis yang mereka gunakan? Naquib Al-Attas menyatakan bahwa kaum rasionalisme dan empirisme menggunakan keraguan menjadi metode epistemologis mereka.[7]

Lebih jelasnya lagi Rene Descartes mengatakan “segala sesuatu harus diragukan.”  Segala sesuatu yang ada dalam hidup ini dimulai dengan meragukan sesuatu. Hamlet yang dijuliki siperagu juga berseru kepada Ophelia:[8]

 

Ragukanlah bahwa bintang-bintang itu api

Ragukanlah bahwa matahari itu bergerak

Ragukanlah kebenaran itu dusta

Tapi jangan ragukan cintaku

 

Dengan meragukan sesuatu kaum rasionalisme dan skularis mengira akan mencapai kebenaran. Tapi sekali-kali tidak, keraguan tidak akan mengantarkan mereka kepada kebenaran yang mereka inginkan. Keraguan, baik yang bersifat sementara ataupun pasti, akan membawa kepada dugaan atau kepada posisi ketidak pastian, dan tidak pernah kepada kebenaran.[9]

 

 

 

Allah berfirman:

وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ (يونس:36)

 

Artinya: Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan.

 

 

B.     Filsafat Sains Islam dalam Pandangan Sayed M. Naquib Al-Attas

Sayed M. Naquib Al-Attas menurut penulis adalah salah satu cendikiawan muslim yang masih hidup bersama kita saat ini. Salah satu upaya untuk membangkitkan keterpurukan umat islam saat ini adalah dengan membangun institut pendidikan yaitu International Institute of Islamic Thought Civilization (ISTAC). Dan juga Al-Attas telah banyak menyumbangkan pemikiran-pemikirannya melalui tulisan. Tulisan-tulisannya banyak berbicara tentang Islam, skulerisasi, dan islamisasi.[10]

Menurut AL-Attas filsafat islam yang kita miliki memiliki banyak kesamaan dengan filsafat dan sains kontemporer, akan tetapi kesamaan yang ada hanya bersifat lahiriyah sajam kesamaan hanya pada permukaan saja, dan hal ini tidak menutup kemungkinan ada perbedaan yang besar antara filsafat modern dengan filsafat islam yang kita yakini. Ini disebabkan oleh pandangan yang berbeda terhadap akhir realitas kebenaran yang kita yakini.

Pengakuan kita terhadap wahyu sebagai satu-satunya sumber ilmu memberikan kita suatu landasan metafisika. Dalam hal inilah sains yang kita kembangkan menjelaskan realitas kebenaran yang tidak bisa dilakukan oleh kaum rasionalisme dan empirisme.[11]

Bagaimana dengan sumber dan metode ilmu yang ada dalam filsafat sains Islam. Apakah sama dengan yang ada dalam filsafat sains kontemporer? Menanggapi pertanyaan ini, Naquib Al-Attas dalam bukunya ISLAM DAN FILSAFAT SAINS menjelaskan sumber dan metode ilmu dalam sains islam sebagai berikut:

 

1.      Indera-indera lahir dan batin

Berbeda dengan filsafat sains modern dalam hal sumber dan metode ilmu, kita berpendapat bahwasanya ilmu datang dari tuhan dan diperoleh melalui indera yang sehat, akal yang sehat dan intuisi.

Yang dimaksud dengan indera yang sehat disini adalah mengacu pada persepsi dan pengamatan yang mencakup lima indera lahiriyah dan lima indera batiniah. Yang termasuk lima indera lahiriyah yaitu: perasa tubuh, pencium, perasa lidah, pengelihatan, dan pendengaran. Sedangkan yang termasuk indera batiniyah yaitu: Indera umum, representasi, estimasi, ingatan dan pengingatan kembali, dan imajinasi. Kedua indra ini saling terkoneksi untuk mengolah sebuah ilmu.

2.      Akal dan Intuisi

Menurut Al-Attas akal yang sehat bukan hanya terbatas pada unsur-unsur inderawi, atau hanya penafsir fakta-fakta pengalaman inderawi, atau yang mengubah data pengalaman inderawi menjadi suatu citra akliah yang dapat dipahami setelah melalui proses abstraksi. Sesunggunya apa yang telah disebutkan tersebut memang adalah akal, akan tetapi Al-Attas lebih cendrung mengatakan bahwa semua itu adalah salah satu aspek akal. Al-Attas mempertegas lagi bahwa akal adalah substansi ruhaniah yang melekat dalam organ ruhaniah yang disebut dengan hati atau qalbu, yang merupakan tempat terjadinya intuisi.

Berbicara lebih lanjut mengenai intuisi, Suriasumantri menjelaskan bahwa intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui peroses penalaran tertentu.[12] Lebih lanjut Al-Attas memberikan penjelasan bahwa intuisi tidak datang pada sembarang orang, akan tetapi intuisi datang kepada seseorang yang telah menjalani hidupnya dengan mengalami kebenaran agama melalui praktek pengabdian kepada tuhan dengan ikhlas.

Al-Attas menambahkan bahwa intuisidatang pada orang yang merenungkan secara terus menerus hakikat realitas, dan kemudian selama perenungannya yang mendalam maka dengan kehendak tuhan ia akan menemukan apa yang dia cari.

3.      Otoritas

Jika berbicara masalah otoritas dalam filsafat sains maka akan terjadi perbedaan pandangan antara sains modern dan Islam. Sains Islam memandang bahwa otoritas memiliki tingkatan. Terlepas dari otoritas yang berilmu pada umumnya, tingkat otoritas tertinggi dalam sains islam adalah Al-Quran dan Sunnah Nabi. Keduanya ini mewakili otoritas yang dibangun diatas tingkat-tingkat kognisi intelektual dan ruahaniah yang lebih tinggi, dan diatas pengalaman trasedental yang tak bisa disempitkan hanya pada tingkat akal dan pengalaman biasa.

Setelah melihat sumber dan metode ilmu yang dipaparkan oleh Al-Attas, dapat diambil kesimpulan bahwa ada persamaan dalam sains islam dan sains modern dalam hal sumber dan metode ilmu. Akan tetapi persamaan hanyalah dalam tataran lahiriyah dan lebih bnyak perbedaan yang ada.

Pemikiran Sayed M. Naquib Al-Attas dalam filsafat sains merupakan bentuk kepeduliannya terhadap umat islam zaman ini. Untuk mengembalikan citra umat muslim dan menjadikan umat muslim menjadi yang terdepan dalam sains, maka Al-Attas menyimpulkan bahwa islamisasilah salah satu jalan menuju kesana.

Menurut AL-Attas langkah islamisasi yang efektif untuk program islamisasi sains dan disiplin ilmu pengetahuan adalah melalui islamisasi bahasa.[13] Bahasa sangat penting sebagai sarana berfikir ilmiah. Masalah bahasa menjadi bahan pemikiran yang sungguh-sungguh dari para ahli filsafat modern. Kekacauan dalam filsafat menurut Wittgensten disebabkan karena kebanyakan dari pernyataan dan pertanyaan ahli filsafat timbul dari kegagalan mereka untuk menguasai logika bahasa.[14]

Bagi aliran filsafat tertentuseperti filsafat analitik, maka bahasa bukan saja merupakan alat untuk berfilsafat dan berfikir, namun juga merupakan bahan dasar dan dalam hal tertentu merupakan hasil akhir dari filsafat.

C.     Sekilas Biografi Sayed M. Naquib Al-Attas.[15]

Syed Muhammad al Naquib bin Ali bin Abdullah bin Muhsin al Attas adalah seorang cendekiawan dan filsuf muslim saat ini dari Malaysia. Ia menguasai teologi, filsafat, metafisika, sejarah, dan literatur. Ia juga menulis berbagai buku di bidang pemikiran dan peradaban Islam, khususnya tentang sufisme, kosmologi, filsafat, dan literatur Malaysia.

Syed Muhammad Naquib al-Attas lahir di Bogor, Indonesia. Ia menempuh pendidikan dasar pada usia 5 tahun di JohorMalaysia, namun saat pendudukan Jepang ia pergi belajar ke Jawa untuk belajar Bahasa Arab di Madrasah Al-`Urwatu’l-wuthqa di Sukabumi.

Setelah Perang Dunia II pada tahun 1946 ia kembali ke Johor untuk menyelesaikan pendidikan menengahnya. Ia tertarik dan mempelajari sastra Melayu, sejarah, dan kebudayaan Barat. Saat kuliah di Universitas Malaya, al-Attas menulis Rangkaian Ruba`iyat, sebuah karya literatur, dan Some Aspects of Sufism as Understood and Practised among the Malays. Dari sini ia melanjutkan studi ke the Institute of Islamic Studies di McGill UniversityMontrealKanada. Tahun 1962 Al-Attas menyelesaikan studi pasca sarjana di sini dengan thesis Raniri and the Wujudiyyah of 17th Century Acheh. Al-Attas kemudian melanjutkan studi ke School of Oriental and African StudiesUniversity of London di bawah bimbingan Professor A. J. Arberry dari Cambridge dan Dr. Martin Lings. Thesis doktornya (1962) adalah studi tentang dunia mistik Hamzah Fansuri.

In 1987, Al-Attas mendirikan sebuah institusi pendidikan tinggi bernama International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) di Kuala Lumpur. Melalui institusi ini Al-Attas bersama sejumlah kolega dan mahasiswanya melakukan kajian dan penelitian mengenai Pemikiran dan Peradaban Islam, serta memberikan respons yang kritis terhadap Peradaban Barat.Diantara Tulisan Syed Muhammad Naquib al-Attas yaitu:

·         (1970The Correct Date of the Terengganu Inscription, Kuala Lumpur Museum Department.

·         (1972Islam Dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu

·         (1975Comments on the Re-Examination of Al-Raniri’s Hujjat au’l Siddiq: A Refutation, Kuala Lumpur Museum Department.

·         (1978Islam and Secularism ISBN 983-99628-6-8

·         (1980The Concept of Education in Islam

·         (1988The Oldest Known Malay Manuscript: A 16th Century Malay Translation of the `Aqa’id of al-Nasafi

·         (1989Islam and the Philosophy of Science, Kuala Lumpur: ISTAC, 2001)

·         (1990The Nature of Man and the Psychology of the Human Soul

·         (1990On Quiddity and Essence

·         (1990The Intuition of Existence

·         (1992The Concept of Religion and the Foundation of Ethics and Morality

·         (1993The Meaning and Experience of Happiness in Islam, Kuala Lumpur: ISTAC, 1998)

·         (1994The Degrees of Existence

·         (1995Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam

·         (2011Historical Fact and Fiction


ANALISIS 

Filsafat sains modern memiliki andil besar dalam sains pada zaman ini. Sains modern telah memegang kendali pada saat ini , banyak orang yang sudah berkiblat ke sains kontemporer. Kendatipun demikian para cendikiawan muslim tidak hanya berdiam diri atas keterpurukan dan keterbelakangan umat islam dalam hal sains. Jerih payah dan usaha telah dilakuakan baik dengan pemikiran maupun material untuk bisa menjadikan kaum muslim tidak tertinggal dalam hal ilmu pengetahuan, bahkan berupaya agar umat islam terdepan dalam masalah ilmu pengetahuan.

Memang dilema yang dihadapi oleh umat muslim pada saat sekarang ini adalah kekeliruan dan kesalahan dalam ilmu sehingga menyebabkan kehilangan adab di tengah-tengah umat. Dari sini juga timbul permasalahan yang sangat pelik ditengah umat islam yaitu kemunculan pemimpin-pemimpin yang tak layak untuk memimpin umat islam. Pemimpin yang tidak memiliki moral, intelektual dan spiritual yang tinggi untuk bisa memperbaiki dan memimpin umat islam seperti zaman dahulu yaitu zaman kejayaan umat islam.

Pemikiran Naquib AL-Attas tentang filsafat sains Islam perlu kita apresiasi, bahkan memberikan dan menyumbangkan pemikiran yang kita miliki untuk menjadikan umat islam terdepan dalam hal ilmu pengetahuan. Gambaran umum yang telah diberikan oleh Naquib Al-Attas tentang filsafat sains islam merupakan salah satu upaya yang telah dilakukannya untuk menyadarkan umat islam akan pentingnya sains islam


PENUTUP 

Kesimpulan

Dalam filsafat sains modern ada dua faham yang memegang kendali terhadap ilmu pengetahuan yaitu rasionalisme dan empirisme. Mereka mencoba untuk mengungkapkan pengetahuan melalui rasio dan pengalaman yang mereka miliki. Bahkan sains modern telah menjadi penafsir sains dan penyusuna dari hasil sains alam dan sosial kedalam pandangan dunia. Filsafat sains modern menjadikan akal dan pengalaman sebagai sumber penetahuan.

Berbeda dengan filsafat sains islam, sumber dan metode ilmu dalam sains islam menurut Naquib Al-Attas adalah, indera lahir dan batin, akal dan intuisi, dan otoritas.

Naquib Al-Attas mendirikan sebuah institusi pendidikan tinggi bernama International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) di Kuala Lumpur. Melalui institusi ini Al-Attas bersama sejumlah kolega dan mahasiswanya melakukan kajian dan penelitian mengenai Pemikiran dan Peradaban Islam, serta memberikan respons yang kritis terhadap Peradaban Barat.

 

 DAFTAR RUJUKAN 

Al-Attas, Sayed M. Naquib. 1995. Islam dan filsafat sains. Bandung: Mizan.

Bertnes, K. 1997. Etika. Jakarta: Gramedia.

Butt, Nasim. 1996. Sains dan Masyarakat Islam. Bandung: Pustaka.

Habib, Zainal. 2007. Islamisasi Sains: Mengembangkan Integrasi, Mendialogkan perspektif, Malang: UIN Press.

http://id.wikipedia.org/wiki/Syed_Muhammad_Naquib_al-Attas

Suriasumantri, Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu sebuah pengantar populer. Jakarta:Pustaka sinar harapan.

Wittgeinstein, Ludwig. 1972. Tractatus Logico-philosophicus. London: The Humanities press

 



[1] K. Bertens, Etika, hal. 285

[2] Nasim Butt, sains dan masyarakat islam, hal. 10

[3] Zainal habib, islamisasi sains, hal. 4

[4] Zainal habib, islamisasi sains, hal. 40-58

[5] . Naquib Al-Attas, Islam dan filsafat Sains, (Bandung: Mizan, 1995), Hlm. 25.

[6] . Naquib Al-Attas, Islam dan filsafat Sains, (Bandung: Mizan, 1995), Hlm. 27-28

 

[7] . Naquib Al-Attas, Islam dan filsafat Sains, (Bandung: Mizan, 1995), Hlm. 30

[8] . Jujun S. Suriasumatri, Filsafat Ilmu sebuah pengantar populer, (Jakarta:Pustaka sinar harapan,2003), Hlm.50

[9] . Naquib Al-Attas, Islam dan filsafat Sains, (Bandung: Mizan, 1995), Hlm. 31

[10] . Zainal Habib, Islamisasi Sains, (Malang:UIN Press, 2007), Hlm. 56

[11] . Naquib Al-Attas, Islam dan filsafat Sains, (Bandung: Mizan, 1995), Hlm. 34

[12] . Jujun S. Suriasumatri, Filsafat Ilmu sebuah pengantar populer, (Jakarta:Pustaka sinar harapan,2003), Hlm.53

[13] . Zainal Habib, Islamisasi Sains, (Malang:UIN Press, 2007), Hlm. 56

[14] . Ludwig Wittgeinstein, Tractatus Logico-philosophicus (London: Routledge & kagen Paul, 1972), hlm. 37.

[15] . Biografi ini penulis ambil di wikipedia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Komentar Anda Disini

POSTINGAN TERBARU

FILSAFAT SAINS ISLAM (Studi Pemikiran Naquib AL-Attas)

FILSAFAT SAINS ISLAM Studi Pemikiran Naquib AL-Attas   Abstrak : Dewasa ini sains dikuasai oleh orang-orang barat. Hal ini tidak bisa d...